Selamat Kepada SD Negeri 01 Baruga yang mendapat penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri tahun 2015

Rabu, 19 Maret 2014

Kurikulum 2013: Sistem Penilaian Deskriptif Memuat Lengkap Kompetensi Siswa

Surakarta, Kemdikbud – Salah satu hal yang berubah dalam Kurikulum 2013 adalah pola penilaian rapor siswa yang tidak lagi menggunakan angka, melainkan melalui penilaian otentik dalam bentuk deskriptif. Pola penilaian semacam ini diyakini dapat menilai secara utuh seluruh kompetensi siswa yang meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Kepala SD Negeri Kleco I No. 7, Surakarta, Jawa Tengah, Gitono mengungkapkan, pola penilaian baru tersebut telah diterapkan di sekolahnya untuk siswa kelas 1 dan 4. SD Negeri Kleco I No. 7 merupakan sekolah sasaran implementasi Kurikulum 2013 tahun pelajaran 2013/2014 yang lalu. Gitono mengungkapkan, meski guru harus bekerja lebih untuk penilaian siswa ini, namun guru tetap senang melakukannya, demi mewujudkan generasi emas Indonesia di masa datang.     
Sementara itu, Siti Nurhasanah, guru kelas 4 SD Negeri Kleco I No. 7 Surakarta mengatakan, pola penilaian yang berbeda seiring dengan penerapan Kurikulum 2013 di sekolahnya, cukup membuatnya kewalahan. Hal ini karena setiap hari, untuk setiap kegiatan harus ada penilaiannya. “Ini pekerjaan yang lumayan (berat) juga,” ujarnya.   
Meski demikian, Siti mengaku pola pembelajaran Kurikulum 2013 lebih baik dibandingkan kurikulum sebelumnya. Menurutnya, peserta didik menjadi lebih aktif, kreatif, berani, dan percaya diri, serta senang karena dalam pembelajarannya sering melibatkan siswa. Hal ini berbeda dengan kurikulum yang lalu, di mana anak terbebani dengan materi yang begitu banyak.
“Kalau dulu, soal A jawabannya hanya satu. Sekarang, soal A, jawabannya bisa berbeda-beda dari pemikiran anak. Itu harus kita tampung semua,” tuturnya.
Siti menjelaskan, saat pembagian rapor semester pertama yang lalu, banyak di antara orangtua siswa yang terkejut dengan pola penilaian baru tersebut. Di dalam penilaian itu tidak disebutkan berapa nilai yang siswa peroleh untuk tema-tema pelajaran tertentu.
“Banyak orangtua yang minta penjelasan kepada saya sebagai wali kelas anak-anak, mengapa rapornya menjadi seperti ini. Kemudian saya jelaskan bahwa inilah bedanya penilaian pada Kurikulum 2013,” tambah Siti yang sudah tujuh tahun mengajar.
Memang dalam Kurikulum 2013, penilaian siswa dilakukan dengan memberikan penjelasan secara deskriptif kepada orangtua/wali murid tentang apa yang telah siswa kerjakan selama pembelajaran di sekolah. Dalam rapor tersebut, guru dapat memberikan penilaian tentang kelebihan dan kekurangan anak.Penilaian semacam ini dilakukan mengingat dalam Kurikulum 2013, siswa tidak dinilai dari hasil, melainkan proses siswa menuju pencapaian hasil. (Ratih Anbarini)

Sumber:
http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/2079

Sabtu, 08 Februari 2014

JK terkesima lihat dua relawan pramuka belia di Manado

Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla meninjau langsung kondisi pasca-banjir bandang di Manado, Sulawesi Utara. Dia bersama sejumlah rombongan memilih berkeliling dan melihat secara penyaluran bantuan yang telah dikirimkan melalui PMI maupun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Ada situasi menarik saat pria yang akrab disapa JK ini akan meninjau langsung penyaluran bantuan di Kelurahan Banjer, Kecamatan Tikala, Manado, Senin (20/1). Di tengah perjalanannya menuju Jalan Marta Dinata, Kelurahan Dendengan Luar, Kecamatan Tikala, tiba-tiba JK memutuskan berhenti dan keluar dari mobil yang ditumpanginya.

Berdasarkan informasi, JK turun di Kelurahan Perkamil (perkampungan militer), Kecamatan Paaldua. Dengan langkah cepat, JK langsung menemui dua orang gadis belasan tahun berpakaian pramuka yang tengah berjaga.

Salah satunya adalah Paulani dari relawan pramuka peduli Kota Bahari, Manado. Di depan JK, Paulani mengaku telah beberapa hari berada di sana.

"Kami sudah dari tanggal 15 berada di sini," jelas Paulina kepada JK, Senin (20/1).

Merasa penasaran, JK lantas bertanya mengenai keperluan mereka berdiri di pinggir jalan."Apa yang kalian lakukan," tanya JK kepada mereka.

"Kami membantu warga dengan me-list kebutuhan warga," jawab Paulina.

Mendengar jawaban Paulina, JK mengangguk senang. JK nampak bangga atas tindakan yang dilakukan para pramuka belia ini. Setelah mendengar jawaban itu, mantan wakil presiden ini kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan.

Sumber : http://m.merdeka.com/peristiwa/jk-terkesima-lihat-dua-relawan-pramuka-belia-di-manado.html

Pramuka Harus Kreatif, agar Disukai Anak

Pembina kegiatan pramuka harus bisa mengemas pola latihan pramuka secara kreatif agar menarik untuk anak-anak. Sekretaris Kwarcab Gerakan Pramuka Kota Magelang Waluyo mengatakan jika pola kegiatan pramuka itu menarik, maka anak-anak akan mengikutinya secara sukarela, bukan karena terpaksa atau sekedar menjalankan kewajiban.
“Kegiatan kepramukaan dikemas, agar anak-anak tidak terpaksa mengikuti latihan pramuka, hanya karena dianggap wajib. Akan tetapi, mereka dengan sukarela untuk kegiatan kepramukaan,” katanya, dalam acara Temu Pembina Pramuka bertema “Menjadi Pembina Ideal di Abad 21″, di SDK Santa Maria Kota Magelang, Sabtu (18/1/2014).
Narasumber lainnya dalam kegiatan tersebut adalah pegiat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Zainul Arifin. Kegiatan yang digelar sebagai rangkaian kegiatan HUT ke-43 SDK Santa Maria Kota Magelang itu dibuka oleh Kepala Seksi Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Magelang Mursidi.
Di hadapan puluhan pembina pramuka berbagai sekolah dasar di Kota Magelang tersebut, Waluyo mengungkapkan tentang kecenderungan anak-anak saat ini yang lebih senang bermain dengan komputer jinjing, telepon seluler, dan dunia maya daripada mengikuti latihan pramuka.
“Ini menjadi tantangan bagi pembina pramuka agar bisa membuat format dan modul latihan yang menarik, agar anak-anak senang ikut kepramukaan,” katanya.
Waluyo menambahkan sedianya kegiatan pramuka di alam bebas merupakan hal yang menyenangkan, terbukti dari munculnya berbagai bentuk ‘outbond’ yang kini dikelola secara komersial. Bahkan, pengelola kegiatan ini menyediakan fasilitas dengan biaya yang tidak murah.
Saat ini, dalam setiap kegiatan pelatihan, biasanya juga diselingi dengan kegiatan outbond, sebagai sarana hiburan di sela kegiatan pelatihan.
Waluyo melanjutkan, dasar dari outbond adalah kepramukaan. “Jika dicermati, semua bentuk permainan dalam ‘out bond’ ada di pramuka. Sebenarnya pramuka lebih dulu melakukan kegiatan-kegiatan itu, tetapi mereka [event organizer] pintar melihat peluang itu, untuk bisa dimanfaatkan,” katanya.
Zainul yang juga jajaran pimpinan Kelompok Kerja Saka Bakti Husada Kwarnas Gerakan Pramuka itu menambahkan, pembina pramuka, katanya, harus kreatif, aktif, dan mampu menganalisa berbagai kebutuhan anak didik.
“Pramuka itu adalah pilihan. Kalau tidak jeli menjadikan kegiatan yang menarik, menantang, dan menyenangkan, ya siap untuk tidak dipilih anak-anak,” katanya.